Monday, June 04, 2007

Cemburuku pada Delisa

Suara Merdeka pagi ini memuat berita tentang kepanikan warga Banda Aceh. Kepanikan yang disebabkan oleh bunyi alarm Tsunami Warning System (TWS)-sistem yang mendeteksi akan datangnya gelombang pasang tsunami yang terjadi kemarin. Kuambil Nokia 6650. Kutekan kursor kiri. Shortcut untuk menulis SMS baru. Kukirim SMS yang menanyakan keadaan terakhir kota Banda Aceh kepada dua temanku disana. Padahal aku tahu dari surat kabar itu bahwa alarm itu adalah alarm yang disebabkan kesalahan teknis. Tak ada sinyal akan ada tsunami sama sekali. Tapi aku tetap tak dapat membayangkan kepanikan yang terjadi disana. Aku takut.



Mungkin tidak akan lupa dari benak kita tentang tragedi 26 Desember 2004 silam. Tragedi yang menelan ratusan ribu korban jiwa. Tragedi yang meluluhlantahkan Aceh dan sebagian Sumatera Utara dan Nias. Tragedi yang melenyapkan seluruh harta benda. Tragedi yang menghilangkan anggota keluarga. Yang menyebabkan Delisa kehilangan Kak Fatimah, Kak Zahra, Kak Aisyah, Ibu Guru Nur, Tiur, Umi Tiur, Kakak-kakak Tiur.... (maap ya klo ttg Umi Delisa gw blun tau, soalnya gw blun slese baca bukunya:-p).



Ya, Delisa! Alisa Delisa.



Ah! Gadis kecil itu. Gadis kecil itu membuatku menyadari pentingnya sebuah keikhlasan, ketulusan, dan optimisme untuk tetap melanjutkan hidup. Bukan tentang kalung itu. Kalung yang dibeli di pasar Lhok Nga. Kalung yang dibeli dari Koh Acan. Kalung dengan liontin huruf D. Iya! D! D untuk Delisa. Kalung yang membuat Kak Aisyah iri dan cemburu. Cemburu yang membuat Kak Aisya menepis tangan kecil Delisa. Cemburu yang membuat Kak Aisyah diam seribu bahasa. Ah! Ini juga bukan tentang sepeda itu. Sepeda yang akan dibelikan Abi dua minggu lagi setelah pulang dari berlayar. Sepeda yang membuat Delisa harus merelakan hobi main bolanya dengan Teuku Umam di pantai Lhok Nga tidak tersalurkan demi belajar sepeda dengan Tiur-juga di pantai Lhok Nga. Sepeda yang diimpikan Delisa. Sepeda yang nantinya dapat digunakan untuk pergi-pulang sekolah. Untuk menghemat waktu supaya tidak terlambat ke meunasah untuk mengaji bersama Ustadz Rahman.



Bukan! Semua bukan karena kalung dan sepeda itu.



Delisa kecil hanya ingin sujud sempurna dalam shalatnya. Sujud yang disertai bacaan subhana robial a'la wa bi hamdih. Bacaan yang selalu tertukar dengan bacaan ruku' dalam shalat. Bacaan tasbih yang meninggikan zat Yang Maha Tinggi.



Subhanallah...Aku benar-benar cemburu pada Delisa. Bahkan Delisa yang baru bisa membaca buku iqra 1 hanya ingin sujud kepada zat Yang Maha Tinggi. Sujud. Sujud yang khusuk. Sujud nya Rasulullah dan para sahabat. Bahkan seekor kalajengking besar pun tak mampu menghilangkan khusyuk nya shalat Rasulullah dan para sahabat. Setidaknya itulah kisah yang diceritakan Ustadz Rahman di meunasah selepas mengaji yang selalu diingat Delisa.



Delisa sedang i'tidal. Di hadapan Bu Guru Nur yang sedang menguji hafalan shalat Delisa pagi itu. Di dalam kelas Delisa di hari minggu itu.

Ya. Di hari minggu pagi itu 26 Desember 2004. Delisa sedang i'tidal dengan khusyuk (khusyuk seorang gadis kecil). Delisa hendak sujud ketika bencana itu datang. Ketika air laut setinggi belasan bahkan puluhan meter dengan kecepatan secepat deru pesawat tempur menghantam Lhok Nga. Menerjang sekolah Delisa. Menghanyutkan tubuh kecil Delisa sejauh 4 kilometer dari sekolahnya. Delisa belum sujud.

Delisa kehilangan kaki kanannya. Dari lutut ke bawah. Kaki Delisa dari lutut ke bawah harus diamputasi. Goresan luka yang menganga di betisnya sudah membusuk. Goresan akibat benturan yang sangat keras. Kaki Delisa membentur pohon kelapa saat tubuh mungil Delisa ikut terhempas terbawa arus tsunami yang begitu cepat dan kuat. Luka itu membusuk karena tubuh Delisa ikut bercampur dengan lumpur dan sampah yang ikut terbawa gelombang tsunami. Delisa berada dalam lumpur dan sampah itu selama 2 minggu. Luar biasa memang. Allah Maha Pelindung. Allahu akbar. Allah telah melindungi makhluk lucu tersebut. Apakah ini karena Delisa dalam keadaan shalat pada saat itu? Subhanallah...Aku benar-benar cemburu pada Delisa. Aku ingin dikasihi Allah seperti Allah mengasihi Delisa.

Delisa hanya punya Abi sekarang (sekali lagi maap..gw blun tau keadaan Umi nya). Abi yang menjemput Delisa dari Kapal Induk milik AS. Sersan Ahmed, anggota kesatuan Marinir AS yang menemukan Delisa membawanya ke Kapal Induk itu untuk mendapat perawatan medis di RS Kapal Induk.
Tapi Delisa juga masih punya Teuku Umam-kapten tim sepak bolanya. Setidaknya Delisa masih bisa bermain bola meski dengan kurk untuk menopang badannya. Setidaknya itu yang ada didalam pikirannya ketika melihat Teuku Umam di tenda pengungsian.

Subuh itu didalam tenda pengungsian. Shalat subuh pertama Delisa. Shalat pertama Delisa tepatnya, setelah setelah shalat terakhir Delisa di depan Ibu Guru Nur. Shalat yang Delisa belum sempat bersujud. Inikah sujud pertama Delisa dengan sempurna. Tidak! Memang Delisa bisa bersujud. Tapi kejadian memilukan itu telah membuat Delisa lupa sama sekali dengan bacaan shalatnya. Delisa benar-benar tidak dapat mengingatnya. Delisa hanya mengikuti gerakan shalat dari Abi yang menjadi imam pada shalat shubuh itu.

Namun Delisa tetap berusaha untuk mengingat-ingat kembali hafalan shalatnya. Delisa pasti bisa. Delisa akan mengulang kembali menghafal bacaan shalatnya. Bukan karena kalung dengan tulisan D. D untuk Delisa. Bukan karena sepeda yang dijanjikan Abi. Bukan!

Delisa hanya ingin sujud. Sujud dengan sempurna.
Delisa hanya ingin ruku'. Ruku' dengan sempurna.
Delisa hanya ingin shalat. Shalat dengan sempurna.

Subhanallah...Aku benar-benar cemburu pada Delisa. Allah telah memilih Delisa untuk menjadi manusia pilihanNya.

*****
Hafalan Shalat Delisa diceritakan kembali dalam blog ini oleh Haikal dengan bahasa yang 'ngga gw banget'.

Tribute to my friend Jeffry Feriyanto tuk tetap semangat.
Generally tribute to myself, my whole family and whole friends.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home